Sunday, January 6, 2019

HUKUM JUAL BELI

HUKUM JUAL BELI

Pengertian Jual Beli

Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga. Sedangkan membeli yaitu menerimanya.
Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.

Hukum Jual Beli

Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
“Dan Allah menghalalkan jual beli..”(Al Baqarah : 275)
Allah Ta’ala berfirman :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
“Tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu..” (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya”.(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang dikehendaki.
Akad Jual Beli
Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan.
1. Perkataan 
Bentuk perkataan terdiri dari:
  • Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan ” saya jual”, dan
  • Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan “saya beli”.
2. Perbuatan
Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan).
Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus
Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran
  1. Penjual hanya melakukan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan ” ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan “ambilah baju ini dengan bajumu”, maka kemudian dia mengambilnya.
  2. Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi,sama saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
  3. Keduanya tidak mengucapkan lafadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.
Syarat Sah Jual Beli
Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang beraqad dan (barang) yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah sbb :
Bagi yang beraqad :
1. Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa tanpa haq (sesuatu yang diperbolehkan) berdasarkan firman Allah Ta’ala ” kecuali jika jual beli yang saling ridha diantara kalian “, dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda “hanya saja jual beli itu terjadi dengan asas keridhan” (HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain keduanya), adapun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan syariah), maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya, maka meskipun itu terpaksa maka sah jual belinya.
2. Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaf dan orang yang sehat akalnya, maka tidak sah jual beli dari anak kecil, bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin tuannya.
(catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya transaksi adalah jual beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti jual beli rumah, kendaraan dsb, bukan jual beli yang sifatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama, pent)
3. Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati posisi sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda Nabi kepada Hakim bin Hazam ” Janganlah kau jual apa yang bukan milikmu” (diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu yang tidak ada dalam kepemilikanmu.
Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam kekuasaanya, kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi (yang semisal) dan diberikan kepada pemiliknya, maka jual beli ini bathil.
Bagi (Barang) yang diaqadi
• Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya secara mutlaq, maka tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil manfaatnya seperti khomer, alat-alat musik, bangkai berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam ” Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (Mutafaq alaihi). Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan “ mengharamkan khomer dan harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi dan harganya”, Tidak sah pula menjual minyak najis atau yang terkena najis, berdasarkan sabda Nabi ” Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga harganya “, dan di dalam hadits mutafaq alaihi: disebutkan ” bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak itu dipakai untuk memoles perahu, meminyaki (menyamak kulit) dan untuk dijadikan penerangan”, maka beliau berata, ” tidak karena sesungggnya itu adalah haram.”.
• Yang diaqadi baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka tidak sah jual belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba yang melarikan diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang bukan pencurinya, atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri karena yang menguasai barang curian adalah pencurinya sendiri.
• Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang beraqad, karena ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk penipuan, sedangkan penipuan terlarang, maka tidak sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau dia melihatnya akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian tidak boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam kantongnya. Dan tidak sah juga membeli sesuatu yang hanya sebab menyentuh seperti mengatakan “pakaian mana yang telah engkau pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian ” Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan “pakaian mana yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu (harganya) sekian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli dengan hasil memegang dan melempar” (mutafaq alaihi). Dan tidak sah menjual dengan mengundi (dengan krikil) seperti ucapan ” lemparkan (kerikil) undian ini, maka apabila mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian ”
Sumber : Mulakhos Fiqhy Syaikh Sholeh bin Fauzan AL Fauzan Penerbit Dar Ibnul Jauzi – Saudi Arabia
Khiyar (memilih) dalam Jual Beli
Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Abdullah Alu Fauzan
Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan syamil (menyeluruh) meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang yang bertransaksi, supaya dia puas dalam urusannya dan dia bisa melihat maslahat dan madharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa mendapatkan yang diharapkan dari pilihannya atau membatalkan jual belinya apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya.
Pengertian Khiyar
Khiyar (memilih) dalam jual beli maknanya adalah memilih yang terbaik dari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli.
Khiyar terdiri dari delapan macam :
1. Khiyar Masjlis (pilihan majelis)
Yaitu tempat berlangsungnya jual beli. Maksudnya bagi yang berjual beli mempunyai hak untuk memilih selama keduanya ada di dalam majelis. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shlallalahu ‘alalihi wasaallam. “Jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing punya hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya ada di dalam majelis” (Shahih, dalam shahihul Jami : 422)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata : Dalam penetapan adanya khiyar majelis dalam jual beli oleh Allah dan Rasul-Nya ada hikmah dan maslahat bagi keduanya, yaitu agar terwujud kesempurnaan ridha yang disyaratkan oleh Allah ta’ala dalam jual beli melalui firman-Nya “Kecuali saling keridhaan di atara kalian” (An Nisa :29) karena sesungguhnya akad jual beli itu sering terjadi dengan tiba-tiba tanpa berfikir panjang dan melihat harga. Maka kebaikan-kebaikan syariat yang sempurna ini mengharuskan adanya sebuah aturan berupa khiyar supaya masing-masing penjual dan pembeli melakukannya dalam keadaan puas dan melihat kembali trasnsksi itu (maslahat dan mandaratnya). Maka masing-masing punya hak untuk memilh sesuai dengan hadits “selama keduanya tidak berpisah dari tempat jual beli”.
Kalau keduanya meniadakan khiyar (hanya asas kepercayaan) yaitu saling berjual beli dengan syarat tidak ada khiyar, atau salah seorang keduanya merelakan tidak ingin khiyar maka ketika itu harus terjadi jual beli pada keduanya atau terhadap orang yang mengugurkan hak khiyarnya hanya dengan sebatas akad saja. (karena khiyar itu merupakan hak dari orang yang bertransaksi maka hak itu hilang jika yang punya hak membatalkannya-pent). Sebagaimana sabda rasulullah “Selama keduanya belum berpisah atau pilihan salah seorang dari keduanya terhadap yang lain” (Shahih, dalam Shahih Al Jami’: 422).
Dan diharamkan bagi salah satu dari kedunya untuk memisahkan saudaranya dengan tujuan untuk menggugurkan hak khiyarnya berdasarkan hadits Amr bin Syu’aib yang padanya terdapat perkataan Nabi :“Tidak halal baginya untuk memisahkannya karena khawatir dia akan menerima hak khiyar (menggagalkan jual belinya)”. (Hasan, dalam Irwaul Ghalil : 1211)
2. Khiyar Syarat
Yaitu masing-masing dari keduanya mensyaratkan adanya khiyar ketika melakukan akad atau setelahnya selama khiyar majelis dalam waktu tertentu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam “orang-orang muslim itu berada di atas syarat-syarat mereka” dan juga karena keumuman firman Allah Ta’ala “Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah janji-janji itu” (Al Maidah :1). Dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan khiyar terhadap salah seorang dari keduanya karena khiyar merupakan hak dari keduanya, maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh.
3. Khiyar Ghobn
Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan, maka seorang yang tertipu dia diberi pilihan apakah akan melangsungkan transaksinya atau membatalkannya. Dalilnya sabda Rasul “Tidak ada madharat dan tidak ada memadharati” (Silsilah As Shahihah : 250) dan sabdanya “Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kelapangan darinya (dalam menjualnya)” (Irwaul Ghalil : 1761).
Dan orang yang tertipu tidak akan lapang jiwanya denga penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.
Gambaran Khiyar Ghabn
1 Orang-orang kota menyambut orang-orang yang datang dari pelosok yang datang untuk mengambil (memberikan) barang dagangan mereka di kota, jika orang-orang kota menyambutnya kemudian membeli dari mereka dalam keadaan jelas orang-orang yang datang dari pelosok itu tertipu dengan penipuan yang besar, maka mereka berhak untuk memilih (khiyar) karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam “Jangan kalian sambut orang-orang yang datang itu, maka barang siapa yang menyambutnya dan membeli barangnya, jika kemudian mereka datang ke pasar (ternyata dia mengetahui harganya) maka dia berhak untuk khiyar” (HR. Muslim).
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam merlarang untuk menyambut mereka di luar pasar yang didalamnya terdapat jual beli barang, dan beliau memerintahkan jika penjual itu datang ke pasar sehingga dia mengetahui harga-harga barang maka penjual tersebut berhak untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam menetapkan khiyar bagi pendatang jika dia bertemu dengan pembeli (dari kota), karena padanya ada unsur penipuan.
Ibnul Qoyim menjelaskan “Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam melarang darinya (melakukan penyambutan untuik membeli, -pent) karena adanya penipuan terhadap penjual yaitu penjual tidak tahu harga, sehingga orang-orang di kota membeli darinya dengan harga minim, oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasalam menetapkan hak khiyar bagi penjual setelah dia memasuki pasar. Adapun tentang adanya khiyar dalam kodisi tertipu tidak ada pertentangan di kalangan para ulama karena penjual yang datang ke kota jika dia tidak tahu harga, maka dia teranggap tidak tahu terhadap harga-harga yang semestinya sehingga dengan demikian pembeli telah menipunya. Demikian pula jika penjual menjual sesuatu kepada pembeli maka bagi pembeli berhak untuk khiyar jika dia masuk pasar dan merasa tertipu dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan.
2 Penipuan yang disebabkan oleh adanya tambahan harga oleh najasy, Najasy yaitu orang yang memberikan tambahan terhadap barang dagangan sedangkan dia sendiri tidak berniat untuk membelinya melainkan hanya sekedar untuk menaikan harga barang terhadap pembeli. Maka ini adalah amalan yang diharamkan, Nabi Shallahllahu ‘alaihi Wasallam telah melarang dengan sabdanya “Janganlah kalian saling nerbuatan nasjasy” (Shahih dalam Shahih Abu Dawud No 2922, Shahih Ibnu Majah 1767, Shahih Tirmidzi No 1050 dll), karena pada perbuatan ini ada unsur penipuan terhadap pembeli dan ini termasuk ke dalam makna Ghisy.
Termasuk ke dalam Najasy yang diharamkan adalah yaitu pemilik barang mengatakan “aku berikan kepada orang lain dengan harga sekian” padahal dia dusta”, atau mengatakan“ aku tidak akan menjualnya kecuali dnegan harga sekian padahal dia dusta.
Gambaran lain dari najasy yang diharamkan adalah pemilik barang mengatakan “Tidaklah aku menjual barang ini kecuali dengan harga sekian atau seharga sekian, dengan tujuan supaya pembeli membelinya dengan harga minimal yang dia sebutkan seperti mengatakan terhadap suatu barang “harga barang ini lima ribu saya jual dengan harga sepuluh ribu” dengan tujuan pembeli membelinya dengan harga yang mendekati nilai sepuluh ribu (padahal dia dusta, -pent)
3 Ghabn Mustarsil. Ibnul Qoyim berkata dalam hadits disebutkan “Menipu orang yang mustasrsil adalah riba” (Hadits Bathil dalam Silsilah Ad Dhaifah : 668, dan lemah dalam Dhaiful Jami : 2908, Al Albany) . Mustarsil adalah orang yang tidak tahu harga dan tidak bisa menawar bahkan dia percaya sepenuhnya kepada penjual, jika ternyata dia ditipu dengan penipuan yang besar maka dia punya hak untuk khiyar.
Ghabn adalah diharamkan karena padanya mengandung unsur penipuan terhadap pembeli. Dan beberapa perkara yang diharamkan dan sering terjadi di pasar-pasar kaum muslimin seperti sebagian orang ketika membawa barang dagangan ke pasar.
Orang-orang pasar sepakat untuk tidak menawar barang (dengan harga tinggi), apabila pembeli tidak ada yang bersedia menambah harta pembelian, maka akhirnya penjual terpaksa menjualnya dengan harta murah. Maka ini adalah Ghabn (penipuan) yang dzalim dan diharamkan. Apabila pemilik barang mengetahui bahwa dia telah ditipu maka boleh baginya untuk khiyar dan mengambil kembali barangnya. Maka wajib bagi yang melakukan penipuan seperti ini untuk meninggalkan perbuatan ini dan bertaubat darinya. Dan bagi yang mengetahui hal ini wajib baginya untuk mengingkari orang yang berbuat seperti ini dan menyampaikan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak.
4 Khiyar Tadlis
Yaitu khiyar yang disebabkan oleh adanya tadlis. Tadlis yaitu menampakan barang yang aib (cacat) dalam bentuk yang bagus seakan-akan tidak ada cacat. Kata tadlis diambil dari kata addalah dengan makna ad dzulmah (gelap) yaitu seolah-olah penjual menunjukan barang kepada pembeli yang bagus di kegelapan sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Dan ini ada dua macam:
Pertama : menyembunyian cacat barang.
Kedua : Menghiasi dan memperindahnya dengan sesuatu yang menyebabkan harganya bertambah.
Tadlis ini haram, karena dia merasa tertipu dengan membelanjakan hartanya terhadap barang yang ditunjukan oleh penjual dan kalau dia tahu barang yang dibeli itu tidak sesuai dengan harga yang dia berikan maka syariat memperbolehkan bagi pembeli untuk mengembalikan barang pembeliannya.
Diantara contoh-contoh tadlis yang ada adalah menahan air susu kambing, sapi dan unta ketika hendak dipajang untuk dijual, sehingga pembeli mengira ternak itu selalu banyak air susunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “janganlah kalian membiarkan air susu unta dan kambing (sehingga tampak banyak air susunya), maka apabila dia tetap menjualnya maka bagi pembeli berhak untuk khiyar dari dua pilihan apakah dia akan melangsungkan membeli atau mengembalikannya dengan satu sha kurma”. (Shahih dalam Shahihul Jami :7347, Al Albany)
Contoh lain adalah menghiasi rumah yang cacat untuk menipu pembeli atau penyewa, menghiasi mobil-mobil sampai nampak seperti belum pernah dipakai dengan maksud untuk menipu pembeli serta contoh-contoh lainnya dari bentuk penipuan.
Maka wajib bagi seorang muslim untuk berlaku jujur serta menjelaskan hakikat dari barang-barang yang akan dijual, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Dua orang penjual dan pembeli berhak untuk khiyar selama keduanya tidak berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (hakikat dari barang-barangnya), maka berkah bagi keduanya dalam jual beli.. Akan tetapi apabila keduanya dusta dan menyembunyikan aib barangnya, maka terhapuslah berkah jual belinya.” (Shahihdalam Shahihul Jami’ :2897, Al Albany) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengabarkan bahwa “Jujur dalam menjual dan membeli adalah dari sebab berkah, dan sesungguhnya dusta adalah penyebab hilangnya berkah.” Maka harga (nilai uang) meskipun sedikit apabila disertai dengan kejujuran maka Allah akan memberikan berkah padanya, dan sebaliknya banyak akan tetapi disertai dengan kedustaan maka hal itu akan mengapuskan berkah dan tidak ada kebaikan padanya.
5 Khiyar Aib
Yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib dalam suatu barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui olehnya, akan tetapi jelas aib itu ada dalam barang dagangan sebelum dijual. Adapun ketentuan aib yang memperbolehkan adanya khiyar adalah dengan adanya aib itu biasanya menyebabkan nilai barang berkurang, atau mengurangi harga barang itu sendri. Adapun landasan untuk mengetahui hal ini kembali kepada bentuk perniagaan yang sudah terpandang, kalau mereka menganggapnya sebagai aib maka boleh adanya khiyar, dan kalau mereka tidak menganggapnya sebagai suatu aib yang dengannya dapat mengurangi nilai barang atau harga barang itu sendiri maka tidak teranggap adanya khiyar. Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya berhak khiyar untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran perbedaan antara harga barang yang baik dengan yang terdapat aib. Atau boleh baginya untuk membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan meminta kembali uang yang telah dia berikan.
6 Khiyar Takhbir Bitsaman
Menjual barang dengan harga pembelian, kemudian dia mengkhabarkan kadar barang tersebut yang ternyata tidak sesuai dengan hakikat dari barang tersebut. Seperti harga itu lebih banyak atau lebih sedikit dari yang dia sebutkan, atau dia berkata “Aku sertakan engkau dengan modalku di dalam barang ini” atau dia mengatkaan “Aku jual kepadamu barang ini dengan laba sekian dari modalku” atau dia mengatkaan “Aku jual barang ini kepadamu kurang sekian dari harga yang aku beli”. Dari keempat gambaran ini jika ternyata modalnya lebih dari yang dia khabarkan , maka bagi pembeli boleh untuk memilih antara tetap membeli atau mengembalikannya menurut pendapat suatu madzhab. Menurut pendapat yang kedua dalam kodisi seperti ini tidak ada khiyar bagi pembeli, dan hukum berlaku bagi harga yang hakiki, sedang tambahan itu akan jatuh darinya (tidak bermakna). Wallahu a’lam
7 Khiyar bisababi takhaluf
Khiyar yang terjadi apabila penjual dan pembeli berselisih dalam sebagian perkara, seperti berselisih dalam kadar harga atau dalam barang itu sendiri, atau ukurannya, atau berselisih dalam keadaan tidak ada kejelasan dari keduanya, maka ketika itu terjadi perselisihan. Ketika keduanya saling berbeda terhadap apa yang diinginkan maka keduanya boleh untuk membatalkan jika dia tidak ridha dengan perkataan yang lainnya.
8 Khiyar ru’yah
Khiyar bagi pembeli jika dia membeli sesuatu barang berdasarkan penglihatan sebelumnya, kemudian ternyata dia mendapati adanya perubahan sifat barang tersebut, maka ketika itu baginya berhak untuk memilih antara melanjutkan pembelian atau membatalkannya.
Wallahu a’lam
Sumber : Mulakhos Fiqhy Juz II Oleh Syaikh Sholeh Fauzan Al Fauzan
JUAL BELI YANG TERLARANG
Oleh : Syaikh Shaleh bin Fauzan Abdullah Alu Fauzan
Allah Ta’ala membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya.
Jual Beli Ketika Panggilan Adzan
Jual beli tidak sah dilakukan bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat Jum’at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua, berdasarkan Firman Allah Ta’ala :“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9).
Allah melarang jual beli agar tidak menjadikannya sebagai kesibukan yang menghalanginya untuk melakukan Shalat Jum’at. Allah mengkhususkan melarang jual beli karena ini adalah perkara terpenting yang (sering) menyebabkan kesibukan seseorang. Larangan ini menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual beli. Kemudian Allah mengatakan “dzalikum” (yang demikian itu), yakni yang Aku telah sebutkan kepadamu dari perkara meninggalkan jual beli dan menghadiri Shalat Jum’at adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui akan maslahatnya. Maka, melakukan kesibukan dengan perkara selain jual beli sehingga mengabaikan shalat Jum’at adalah juga perkara yang diharamkan.
Demikian juga shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya. Allah Ta’ala berfirman “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. 24:36-37-38).
Jual Beli Untuk Kejahatan
Demikian juga Allah melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Allah. Karena itu, tidak boleh menjual sirup yang dijadikan untuk membuat khamer karena hal tersebut akan membantu terwujudnya permusuhan. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala “Janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatuan dosa dan permusuhan” (Al Maidah : 2)
Demikian juga tidak boleh menjual persenjataan serta peralatan perang lainnya di waktu terjadi fitnah (peperangan) antar kaum muslimin supaya tidak menjadi penyebab adanya pembunuhan. Allah dan Rasul-Nya telah melarang dari yang demikian.
Ibnul Qoyim berkata:
“Telah jelas dari dalil-dalil syara’ bahwa maksud dari akad jual beli akan menentukan sah atau rusaknya akad tersebut. Maka persenjataan yang dijual seseorang akan bernilai haram atau batil manakala diketahui maksud pembeliaan tersebut adalah untuk membunuh seorang Muslim. Karena hal tesebut berarti telah membantu terwujudnya dosa dan permusuhan. Apabila menjualnya kepada orang yang dikenal bahwa dia adalah Mujahid fi sabilillah maka ini adalah keta’atan dan qurbah. Demikian pula bagi yang menjualnya untuk memerangi kaum muslimin atau memutuskan jalan perjuangan kaum muslimin maka dia telah tolong menolong untuk kemaksiatan.”
Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim
Allah melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan rendah di hadapan orang kafir. Allah ta’ala telah berfirman “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. 4:141).
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Islam itu tinggi dan tidak akan pernah ditinggikan atasnya” (shahih dalam Al Irwa’ : 1268, Shahih Al Jami’ : 2778)
Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya
Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, “Aku akan memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan”.. Atau perkataan “Aku akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula”. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas (penjualan) sebagian lainnya.” (Mutafaq alaihi). Juga sabdanya: “Tidaklah seorang menjual di atas jualan saudaranya.” (Mutfaq ‘alaih).
Demikian juga diharamkan membeli barang di atas pembelian saudaranya. Seperti mengatakan terhadap orang yang menjual dengan harga sembilan : “Saya beli dengan harga sepuluh”
Kini betapa banyak contoh-contoh muamalah yang diharamkan seperti ini terjadi di pasar-pasar kaum muslimin. Maka wajib bagi kita untuk menjauhinya dan melarang manusia dari pebuatan seperti tersebut serta mengingkari segenap pelakunya.
Samsaran
Termasuk jual beli yang diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak sebagai samsaran, (yaitu seorang penduduk kota menghadang orang yang datang dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepadanya untuk menjadi perantara dalam jual belinya, begitupun sebaliknya, pent). Hal ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :“Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang datang ke kota)
Ibnu Abbas Radhiallahu anhu berkata: “Tidak boleh menjadi Samsar baginya”(yaitu penunjuk jalan yang jadi perantara penjual dan pemberi). Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Biarkanlah manusia berusaha sebagian mereka terhadap sebagian yang lain untuk mendapatkan rizki Allah” (Shahih Tirmidzi, 977, Shahih Al Jami’ 8603)
Begitu pula tidak boleh bagi orang yang mukim untuk untuk membelikan barang bagi seorang pendatang. Seperti seorang penduduk kota (mukim) pergi menemui penduduk kampung (pendatang) dan berkata “Saya akan membelikan barang untukmu atau menjualkan“. Kecuali bila pendatang itu meminta kepada penduduk kota (yang mukim) untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak dilarang”
Jual Beli dengan ‘Inah
Diantara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara ‘inah, yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit. Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan. Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas waktu yang ditentukan. Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah’ dan telah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk denngan bercocok tanam), sehingga kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan, dan (Dia) tidak akan mengangkat kehinaan dari kalian, sampai kalian kembail kepada agama kalian.” (Silsilah As Shahihah : 11, Shahih Abu Dawud : 2956) dan juga sabdanya “ Akan datang pada manusia suatu masa yang mereka menghalalkan riba dengan jual beli “ (Hadits Dha’if , dilemahkan oleh Al Albany dalam Ghayatul Maram : 13)
Wallahu a’lam


(Dikutip dari situs Zisonline, tulisan al Ustadz Qomar Su’aidi, Lc. Diarsipkan al akh Fikri Thalib. Sumber : Diambil dari Mulakhos Fiqhy Juz II Hal 11-13)

Thursday, December 6, 2018

CARA CEPAT MENUJU CERDAS








GCI Generasi Cerdas Indonesia, merupakan pelatihan yang bersumber dari kolaborasi antara pendidikan modern, dunia kesehatan, psikologi,dan pelatihan pengembangan potensi diri, dengan gunakan metode AMSI Alpha Mind Solustion Indonesia.

GCI, dengan metode AMSI mengedepankan teknologi pelatihan modern menggunakan metode brainwave yang di di formulasikan dengan stimulasi otak, yang memberikan dampak dan perkembangan positif bagi pesertanya.

Penelitian membuktikan bahwa penggunaan brainwave adalah suatu metode yang dapat menstimulasi kinerja otak menjadi optimal.
Selain itu fakta yang terdapat membuktikan bahwa brainwave adalah sebagai sarana terapi bagi keseimbangan hormonal dan konektifitas neuron (syaraf) dan jaringanya.

GCI dengan metode AMSI memiliki tingkat keberhasilan, dan tidak mempergunakan hipnotis, kekuatan supranatural, ritual khusus, ataupun obat obatan.
Peserta harus dapat bekerja sama  demi hasil yang maksimal.

GCI dengan metode AMSI merupakan program pelatihan yang baik guna membantu bagian bagian otak dapat bersinergi satu sama lain, sehingga menjadikan hasil optimal dan positif yang berguna bagi kehidupan sehari hari.

Para peserta pelatihan GCI, bukan saja dapat mengekplorasi bakat yang dimiliki, tetapi bahkan dapat memaksimalkan potensi kekuatan pikiran/afirmasi, daya ingat, konsentrasi, keseimbangan hormon, dan berbagai hal positif lainya...

Stimulasi kewat brainwave dapat membantu gelombang otak pada manusia lebih positif sehingga otak dapat menghasilkan hormon yang sehat dan setabil.
Pelatihan GCI di selenggarakan hanya dalam waktu 2 (dua) Hari saja, dan tersedia kelas lanjutan yang bertujuan mengoptimalkan potensi peserta.


Anak Bodoh?
Ooh NO.....
GCI tidak mengenal anak bodoh...
Pada dasrnya Tuhan telah ciptakan manusia dalam wujud dan kondisi sempurna...termasuk kecerdasan baik phisik ataupun spiritualnya...
Kita bisa melihat tanda itu ketika manusia terlahir di muka bumi ini..
Kondisi phisiknya... jangan di tanya pasti semua organ tubuhnya dalam kondisi prima karna semuanya masih gress....
Lantas kecerdasan spiritualnya .. Luar biasa..
Ada orang jahat di sekitarnya ia menjerit...
Ada makhluk lain mendekat pun juga demikian....ini suatu pertanda bahwa bayi manusia ini telah di persiapkan Kecerdasan yang sangat istimewa...

Lantas bagaimana dalam perkembangannya pertumbuhan dari tahun ke tahun berubah menjadi berkurang tingkat kecerdasanya..?
Itu lebih di pengaruhi dari pola hidup mulai dari asupan yang di terimanya, gerakan atau aktivitas keseharianya, hingga berpengaruh pada kondisi cairan otak nya...
Ketika masih bayi kondisi cairan otak sangat elastis dan sempurna hingga seluruh neuron/syaraf otak masih rapi dan utuh, hingga berfungsi prima,
Nah tumbuh dan berkembang ke enceran atau elastisitas cairn otak menjadi berkurang sehingga neuron/syaraf dalam cairan otak menjadi rusak banyak yang terputus. Tentu saja ini berpengaruh terhadap kinerja otak...bisa berakibat banyak masalah termasuk kecerdasan dan kesehatan anak tsb... Termasuk pelupa sulit fokus sulit konsentrasi dll...

Nah dalam hal ini GCI dengan metode optimalisasi kinerja seluruh bagian otak dengan gunakan Metode brain stimulation AMSI  sangat membantu bagi anak anak untuk berikan stimulasi guna pengembalian kondisi cairan otak menjadi ideal dan prima kembali hingga neuron/syaraf yang terputus tsb saling terkoneksi kembali hingga anak akan menjadi lebih cerdas lebih sehat dan ceria bagai bayi yang baru lahir...
Nah sekarang segera ambil keputusan cerdas untuk daftar kan putra putri anda agar tergabung di GENERASI CERDAS INDONESIA...
ANAK adalah Asset termahal kita, persiapkan mereka untuk menyongsong sukses di masa depanya...
Salam Cerdas .....

Wednesday, December 5, 2018

DEDAKTIK DAN METODIK

METODE DEDAKTIK

Metode didaktik, dari bahasa Yunani: didáskein yang berarti mengajar, adalah suatu metode pembelajaran yang mengikuti pendekatan ilmiah atau gaya pendidikan yang konsisten untuk berhubungan dengan pikiran peserta didik. Metode pembelajaran didaktik sering dibedakan dengan dialektik atau metode Socrates; istilah ini juga sering merujuk pada suatu metode didaktik tertentu seperti didaktik konstruktivistik.
Didaktik adalah teori pembelajaran dan, dalam arti luas, teori dan praktik penerapan pembelajaran dan belajar. Berbeda dengan matetik, sebagai ilmu belajar, didaktik hanya merujuk pada ilmu pembelajaran.
Didaktik metodik merupakan disiplin ilmiah yang berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap dapat diajarkan oleh guru kepada siswa. Disiplin tersebut diajarkan pada pendidikan pra jabatan untuk guru di tingkat perguruan tinggi mulai jenjang sarjana sampai tingkat doktoral.

Didaktika umum

Dalam didaktika umum dipelajari aturan umum bagi seorang guru untuk dapat mengajar dengan sebaik mungkin dalam suatu bahasan tertentu. Beberapa hal yang secara umum perlu diketahui diantaranya tentang motif anak dalam belajar, evaluasi dan penilaian, penggunaan media pembelajaran, desain pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Dalam hal ini, pendidikan ditunjang oleh psikologi dan pedagogi. Selain itu dalam didaktik juga dibahas mengenai berbagai peran guru, antara lain sebagai perancang, pelaku, peneliti, sekaligus sebagai pelajar dalam suatu proses belajar mengajar.

Didaktik khusus

Di sini dipelajari tentang bagaimana mengajarkan suatu materi khusus dengan sebaik-baiknya. Bimbingan tentang waktu dan tempat yang tepat serta persiapan dan pengajaran yang cocok oleh teman sejawat dalam suatu pelatihan merupakan metodologi pengajaran yang digunakan.

Di sini akan dikhususkan dalam pembelajaran PAI, sebagai sarana penguatan pendidikan karakter

A.    Hakikat Didaktik Metodik dan Metodologi Pembelajaran 

Upaya mempermudah pemahaman tentang kajian dan cakupan metodologi pembelajaran PAI, sebaiknya terlebih dahulu harus dapat dipahami dengan tepat tentang pengertian didaktik, motodik (metodologi), metode, pendekatan, teknik, dan strategi pembelajaran. Untuk itu, berikut ini disajikan secara ringkas tentang istilah-istilah tersebut.

1.    Didaktika
Istilah didaktika berasal dari bahasa Yunani didaskein yang memiliki arti pengajaran dan didaktikos bearti pandai mengajar.  Dengan demikian kata didaktika pada hakikatnya memiliki pengertian, yaitu ilmu yang membicarakan tentang  tatacara menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik dengan prinsip didaktik sehingga peserta didik dapat menguasai materi ajar tersebut. Dalam kata lain didaktika juga mengandung pengertian tentang ilmu mengajar yang harus dikuasai oleh guru dan tata cara belajar peserta didik. Kata didaktika juga mengandung dua aktivitas inti dalam pembelajaran, yaitu; pertama aktivitas mengajar yang dilakukan guru dan aktivitas belajar yang dilakukan peserta didik.

Prinsip didaktika yang sering dikemukakan adalah motivasi, aktivitas, peragaan, individualitas, apersepsi, lingkungan, korelasi, dan konsentrasi atau integrasi.  Jadi aktivitas mengajar yang dilakukan guru haruslah didasari oleh prinsip didaktika yang tepat sehingga dapat memfasilitasi belajar peserta didik secara tepat pula.

Didaktik umumnya dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu; didaktik umum dan didaktik khusus. Pertama, dimensi didaktika umum memberi prinsip-prinsip yang umum yang berhubungan dengan penyajian bahan pelajaran (yakni motivasi, peragaan, dan lain-lain) agar peserta didik dapat menguasainya.  Prinsip tersebut berlaku sama untuk semua mata pelajaran baik cakupan mata pelajaran PAI, ilmu sains, ilmu alam, ilmu humaniora, antropologi, psikologi, dan bidang ilmu lain.

Kedua, didaktik khusus membicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran tertentu di mana prinsip didaktika umum digunakan.  Didaktik khusus digunakan guru untuk mengajar mata pelajaran tertentu, artinya setiap mata pelajaran memiliki didaktika tersendiri, berbeda dengan mata pelajaran lain. Misalnya mata pelajaran akidah akhlak berbeda cara mengajar dengan mata pelajaran al-Qur’an dan hadis, matematika serta biologi, begitu pula cara belajar.

2.    Metodik 
Istilah metodik berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Metodik berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.  Atau dengan perkataan lain; metodik ialah, ilmu tentang cara yang harus dilalui dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya; metodik membaca, metodik  menghitung, dan metodik menulis dan sebagainya.  Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami pada hakikatnya motodik merupakan satu cabang ilmu yang berkaitan dengan tata cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Sama halnya dengan didaktik, metodik juga dilihat dari dua dimensi, yaitu; pertama, metodik umum membicarakan cara mengajar pada tiap mata pelajaran pada umumnya, seperti: cara mengajar Agama, Bahasa, Sejarah, Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagainya. Di dalam ilmu itu dibicarakan berbagai metode mengajar yang dapat digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Kedua, metodik khusus membicarakan bagaimana menyajikan bahan pelajaran tertentu kepada peserta didik tertentu. Misalnya metodik khusus mengajarkan Agama di SD, berbeda degan di SLTP, berbeda pula dengan di SMA, dan berbeda lagi dengan di Perguruan tinggi.  

Suatu hal penting perlu dipahami bahwa terdapat hubungan antara didaktika dan metodik. Hubungan tersebut terdapat pada kesiapan guru pada saat berlangsung kegiatan belajar mengajar.  Lebih lanjut hubungan tersebut diperjelas oleh Zakiah bahwa, jika diformulasikan maka didaktik itu bergerak dalam lingkaran penghidangan bahan pelajaran sewaktu pelajaran sedang berlangsung. Sementara metodik bergerak di dalam lingkaran penyediaan jalan atau siasat yang akan ditempuh. 

Proses pembelajaran akan terlaksana dengan efektif, tentu harus diawali dari penentuan metode mengajar yang tepat dan perencanaan aktivitas pembelajaran yang relevan dengan metode tersebut, sehingga mampu membantu peserta didik melakukan aktivitas belajar sesuai dengan aktivitas belajar yang telah direncanakan dalam program pembelajaran atau RPP.

3.    Metode 
a. Pengertian metode 

Metode, dalam bahasa Arab disebut dengan istilah thariqah memiliki arti cara atau strategi untuk melakukan suatu pekerjaan.  Sebagaimana dijelaskan Ramayulis bahwa bila dihubungkan dengan pendidikan, maka strategi tersebut haruslah diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik menerima materi ajar dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan baik. 

Selanjutnya terdapat pula pengertian lain, metode pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat Islam sebagai suprasistem. Sedangkan teknik pendidikan Islam adalah langkah-langkah konkret pada waktu seorang pendidik melaksanakan tugas pengajaran di kelas. Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Sulaiman mengartikan motode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik. Abd Aziz juga sebagaimana dikutip Sulaiman mengartikan metode dengan cara-cara memperoleh informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berpikir, serta cinta pada ilmu, guru dan sekolah. 

Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang digunakan guru dalam melaksanakan hubungan interaksi edukatif dengan peserta didik tepatnya pada saat proses pembelajaran berlangsung. Secara konkret metode mengajar dapat disebutkan sebagai seperangkat cara, strategi, dan teknik mengajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan atau kompetensi tertentu yang harus dicapai sebagaimana termuat pada silabus atau RPP.

b. Penggunaan metode mengajar

Metodik umum atau metodologi pengajaran membicarakan atau menjelaskan berbagai kemungkinan metode mengajar yang dapat digunakan pendidik dalam memfasilitasi aktivitas belajar-mengajar di kelas. Guru pada hakikatnya bisa saja memilih dan menggunakan metode mengajar yang ada relevansinya dengan materi pelajaran yang disajikan, misalnya; ceramah, tanya jawab, metode simulasi, diskusi, dan lain-lain.

Penggunaan metode mengajar yang digunakan guru haruslah berdasarkan pertimbangan yang tepat sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana dengan optimal. Adapun pertimbangan tersebut, adalah:

1) Keadaan peserta didik yang mencakup pertimbangan tingkat kecerdasan, kematangan, dan perbedaan individu.
2) Tujuan yang hendak dicapai; jika tujuannya pembinaan ranah kognitif maka metode drill kurang tepat digunakan.
3) Situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas atau situasi lingkungan.
4) Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi metode yang akan digunakan.
5) Kemampuan pengajar tentu menentukan.
6) Sifat bahan pengajaran. 

Memahami secara tepat terhadap metode mengajar haruslah dilakukan oleh pendidik, sehingga metode tersebut berimplikasi terhadap keaktifan peserta didik dalam melakukan aktivitas belajar PAI. Langgulung sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir, menjelaskan penggunaan metode mengajar didasarkan tiga pokok pertimbangan, yaitu:

1) Sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah.
2)    Berkenaan dengan metode-metode yang betul-betul berlaku yang disebutkan dalam al-Qur’an atau disimpulkan dari padanya.
3)    Membicarakan tentang pergerakan (motivasi) dan disiplin dalam istilah al-Qur’an disebut ganjaran (shawab) dan hukuman (‘iqab). 

Hakikat metode mengajar adalah memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik berdasarkan minat, dorongan usaha kerja sama dalam kegiatan belajar-mengajar, dan pencapaian prestasi belajar.  Selanjutnya aliran filsafat progresivisme merekomendasikan agar pendidik menggunakan metode mengajar yang berorientasi pada partisipasi keaktifan peserta didik guna memfasilitasi dan menghargai kemampuan berpikir peserta didik. Adapun metode tersebut adalah:

a)    Metode belajar aktif. Metode pendidikan progresif lebih berupaya menyediakan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
b)    Metode memonitor kegiatan belajar. mengikuti proses kegiatan-kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan bantuan-bantuan tertentu bila diperlukan yang sifatnya memperlancar proses berlangsungnya kegiatan-kegiatan belajar tersebut. Bantuan yang diberikan sebagai campur tangan dari luar diusahakan sedikit mungkin.
c)    Metode penelitian ilmiah. Pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep, sedangkan metode pemecahan masalah lebih tertuju pada pemecahan masalah-masalah kritis.
d)    Chill centered (pendidikan berpusat pada anak). Pendidikan progresif menganut prinsip pendidikan yang berpusat pada anak. Anak merupakan pusat dari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. 

Freudenthal dalam Sugeng, menjelaskan bahwa pembelajaran itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga peserta didik seolah-olah menemukan kembali (reinvent) konsep-konsep itu. Peserta didik harus aktif melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan aplikasi.  

Pendidikan barat sangat menekankan pada penerapan metode chill centered dianggap cukup ampuh untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi berpikir dan penghargaan kebebasan individu. Penggunaan metode ini mengacu pada kepentingan peserta didik, sedangkan pendidik lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dan instruktur dalam kelas. Sementara aspek karakter dan moral peserta didik kurang tersentuh dalam proses pembelajaran. Efeknya dalam bermasyarakat peserta didik menampilkan perilaku yang tidak terpuji.

Terdapat perbedaan yang mendasar antara metode pendidikan Islam dengan metode pendidikan barat yang dianggap sebagai metode pendidikan modern. Metode pendidikan Islam sangat menghargai kebebasan individu, selama kebebasan itu sejalan dengan fitrahnya, sehingga seorang pendidik dalam mendidik tidak dapat memaksa peserta didiknya dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Akan tetapi sebaliknya pendidik dalam membentuk karakter peserta didiknya, tidak boleh duduk diam sedangkan peserta didiknya memilih jalan yang salah. 

Sejalan dengan konsep pendidikan modern dan masih sangat relevan digunakan terhadap pendidikan karakter atau moral, yaitu metode pembiasaan. Hal sesuai dengan pandangan Al-Ghazali dalam Arifin, tentang pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai metode pembentukan akhlak yang utama, terutama karena pembiasaan itu dapat berpengaruh baik terhadap jiwa manusia, yang memberikan rasa nikmat jika diamalkan sesuai dengan akhlak yang telah terbentuk dalam dirinya.  Jika peserta didik telah memiliki akhlak yang baik maka ia akan tampil sebagai sosok masyarakat yang anggun dan santun.
c. Prinsip metode pembelajaran

Metode pengajaran memiliki kedudukan penting dan strategis terhadap keberhasilan pengajaran. Oleh sebab itu, idealnya setiap guru PAI dapat menguasai metode mengajar dengan profesional. Perlu diketahui bahwa setiap metode yang digunakan tentu memiliki prinsip tertentu, terutama sekali terhadap keberhasilan pembelajaran. 

Prinsip pada dasarnya menyangkut dengan asas atau dasar pemikiran, dalam hubungannya dengan metode pembelajaran PAI, prinsip yang dimaksud dalam hal ini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengimplementasi metode pendidikan Islam. Adapun prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh setiap metode dapat dilihat pada uraian berikut:

1)    Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Artinya metode yang digunakan tersebut haruslah dapat memancing peserta didik untuk belajar lebih mandiri, dan melakukan kegiatan belajar secara mandiri.
2)    Metode tersebut harus dimanfaatkan hukum pembelajaran. Kegiatan metode dalam pembelajaran berjalan dengan cara tertib dan efisien sesuai dengan hukum-hukum yang mengatur pengoperasiannya. Hukum dasar menyangkut kesiapan, latihan dan akibat, harus dipertimbangkan dengan baik dalam segala jenis pembelajaran. Pengajaran yang baik memberi kesempatan terbentuknya motivasi, latihan, peninjauan kembali, peneliti dan evaluasi.
3)    Metode tersebut harus berawal dari apa yang sudah diketahui peserta didik. Manfaatkan pengalaman lampau peserta didik yang mengandung unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai dengan semangat baik melalui korelasi dan pembandingan. Pembelajaran akan dipermudah apabila yang memulainya dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
4)    Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktik yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. Ilmu tanpa amal (praktik) seperti kaya tanpa buah.
5)    Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual dan menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi seperti kebutuhan, minat serta kematangan mental dan fisik.
6)    Metode harus merangsang kemampuan berpikir dan nalar para peserta didik.
7)    Metode harus disesuaikan dengan kemajuan peserta didik dalam hal keterampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
8)    Metode tersebut harus menyediakan bagi peserta didik pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
9)    Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik ke arah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses diferensiasi dan integrasi. Proses penyatuan pengalaman sengat membantu dalam terbentuknya tingkah laku terpadu. Ini paling baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran terpadu.
10)    Metode tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada pendidik untuk menemukan kekurangan-kekurangan  agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan (remedial dan unrichmeint).
11)    Kelebihan suatu metode tersebut dapat menyempurnakan kekurangan/kelemahan metode lain. Metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode eksperiment, metode diskusi, dan metode proyek, kesemuanya dapat digunakan untuk mendukung metode ceramah, kenyataan yang diterima secara umum bahwa metode yang baik merupakan sintesa  dari banyak metode atau prosedur. Hal ini didasarkan atas prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin banyak indera yang dapat dirangsang.
12)    Satu metode dapat dipergunakan untuk berbagai jenis materi atau mata pelajaran, satu materi atau mata pelajaran memerlukan banyak metode.
13)    Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan dinamis. Sebab dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakaian metode tidak hanya monoton dan identik dengan satu macam saja. Seorang pendidik mampu memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggapnya cocok dan pas dengan materi, multi kondisi peserta didik, saran dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu itu. 

Al-Qur’an banyak mengemukakan prinsip-prinsip metode Pendidikan Islam yang secara umum terdapat dalam firman Allah swt QS Al-Nahl:

Artinya: 
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (cara bijaksana) dan pengajaran yang baik, serta berdebatlah dengan mereka secara baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalannya dan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Nahl: 125).

Ada tiga prinsip umum metode pendidikan Islam yang terdapat pada ayat di atas, yaitu: (1) al-Hikmah, (2) al-Mau’izah al-Hasanah, dan (3) al-Mujadalah.  Al-Qur’an menuntut agar pendidikan dilaksanakan dengan penuh kebijaksanaan, menjunjung tinggi harkat kemanusiaan serta memperhatikan kemungkinan perbedaan peserta didik dengan penuh lemah lembut dan kasih sayang.

Hadis Nabi  Muhammad saw, juga banyak terkandung metode pembelajaran yang dicontohkan. Salah satunya adalah hadis berikut:

يسروا ولاتعسروا بشروا ولا تنفروا
                                                  
Atinya: 

Mudahkanlah dan jangan kamu mempersulit. Gembirakanlah dan janganlah kamu membuat mereka lari. (H. R. Bukhari, Kitab al-ilm. No. 67). 

Hadis tersebut mengisyaratkan kepada pendidik agar mengelola pembelajaran PAI dengan menarik dan menyenangkan, jangan sampai metode pembelajaran yang digunakan dapat mempersulit aktivitas belajar peserta didik, namun sebaliknya metode tersebut hendaklah dapat mempermudah, merangsang dan memotivasi aktivitas belajar peserta didik.

Al-Fattah Abu Ghuddah dalam Salafudin, telah menemukan 40 strategi pembelajaran yang secara tersirat dicontohkan oleh Rasulullah saw. Di antaranya adalah metode keteladanan dan akhlak mulia, metode pembelajaran secara bertahap, metode pembelajaran dengan memperhatikan situasi, dan kondisi peserta didik, metode tamsil, metode isyarat, metode diskusi, metode partisipatoris dan metode tanya jawab.  Metode-metode tersebut mengisyaratkan pula kepada pendidik PAI agar dapat menggunakan variasi metode mengajar untuk menciptakan pembelajaran PAI yang menarik dan menyenangkan. 

d. Dasar metode pendidikan Islam

Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu, dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab  metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu di antaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.

1)    Dasar agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara agama Islam merujuk pada al-Qur’an dan hadis. Untuk itu, dalam pelaksanaannya berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efisien yang dilandasi nilai-nilai al-Qur’an dan hadis.
2)    Dasar biologis, Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu, dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
3)    Dasar psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karenanya metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu, seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal termasuk dalam tataran rohani.
4)    Dasar sosiologis. Saat pembelajaran berlangsung ada interaksi antara peserta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai. 

Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak menggunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.

4. Pendekatan, Teknik dan Strategi Pembelajaran

Suyono dkk, menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu himpunan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran. Contoh pendekatan lingkungan, ekspositori dan heuristik, kontekstual, konsep, keterampilan proses, deduktif, induktif, pendekatan sains lingkungan teknologi masyarakat, dan seterusnya. 

Sementara strategi pembelajaran adalah rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pengelolaan peserta didik, pengelolaan guru, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar, pengelolaan sumber belajar dan penilaian (asesmen) agar pembelajaran lebih efektif dan efisien sesuai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

Strategi pembelajaran erat kaitannya dengan teknik pembelajaran. Teknik pembelajaran adalah implementasi dari metode pembelajaran yang secara nyata berlangsung di dalam kelas, tempat terjadinya proses pembelajaran. Teknik pembelajaran merupakan suatu yang menyangkut pengertian lebih sempit. Hubungan antara metode dengan teknik dapat diumpamakan sebagai hubungan antara strategi dan teknik. Teknik pembelajaran menerapkan berbagai kiat, atau taktik untuk memenuhi tujuan atau kompetensi yang diinginkan, bersifat lebih taktis dan merupakan penjabaran dari strategi.  Demikian hubungan strategi dan tenik pembelajaran.

5.    Metodologi Pembelajaran PAI

Metodologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata; metodos berarti cara atau jalan, dan logos yang berarti ilmu. Metodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara.  Jika dihubungkan dengan pembelajaran, maka mengandung arti suatu cara atau langkah yang dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tertentu.

Zakiah menjelaskan, bahwa metodik (methodentic) memiliki arti yang sama dengan metodologi (metodology), yaitu suatu penyelidikan yang sistematis dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian.  Menurut Asmuni Syukir dalam Armai, metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien.   

Sementara pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam belajar agama Islam.  Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa pada hakikatnya metodologi pembelajaran PAI memiliki pengertian sebagai suatu ilmu yang membicarakan tentang cara, strategi, langkah atau siasat yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran dalam rangka penyampaian materi atau bahan yang bersumber dari mata pelajaran PAI dengan sasaran agar peserta didik dapat menguasai materi PAI tersebut sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

Amstrong dalam Tuti menjelaskan, Kegiatan pembelajaran lebih efektif apabila guru dapat  mengembangkan keterampilan-keterampilan metodologis  dengan menggiring peserta didik melalui proses belajar secara  bermakna. Pola pembelajaran dapat dikembangkan  melalui berpikir kreatif, yaitu proses pembelajaran  yang melibatkan kemampuan dalam discovery, inovasi,  imajinasi, dan eksplorasi. 

Kemampuan pendidik menguasai metodologi dalam melaksanakan tugas mengajarnya penting untuk kesuksesan pembelajaran PAI. Hal ini disebabkan mengajar PAI sangat berbeda dengan mengajar mata pelajaran umum, sehingga pendidik dituntut untuk mendalami dan menguasai metodologi pembelajaran PAI.

B.    Lingkup Metodologi Pembelajaran PAI
Lingkup metodologi pembelajaran pada daranya sangat luas, yaitu mencakupi semua kajian sistem pembelajaran. Bila dihubungkan dengan metodologi, pembelajaran PAI merupakan suatu komponen saling terkait satu sama lain yang tak dapat dipisahkan, atau disebut juga pembelajaran PAI merupakan sebuah sistem di dalamnya terdapat komponen berupa; perencanaan, bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, alat/media pembelajaran, dan evaluasi. Kelima komponen tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini:

1. Perencanaan 
Perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini, Gaffar menegaskan bahwa perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan.  Perencanaan pembelajaran merupakan suatu perangkat yang harus dilakukan pendidik sebelum melakukan kegiatan mengajar.

Perencanaan pembelajaran memiliki fungsi sebagai format dan panduan dalam PBM yang disusun secara sengaja oleh pendidik untuk memberi bantuan belajar kepada peserta didik. Apa yang hendak dicapai peserta didik dituangkan dalam tujuan belajar, dipersiapkan bahan apa yang harus dipelajari, dipersiapkan juga metode pembelajaran, yaitu sesuai dengan cara peserta didik mempelajarinya, dan pada akhirnya dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik. Penjelasan ini memberi gambaran bahwa kegiatan belajar yang dilaksanakan secara sengaja dipersiapkan dalam bentuk perencanaan pengajaran. Persiapan pengajaran ini sebagai kegiatan integral dari proses pembelajaran di sekolah.  

Penyusunan program pembelajaran dapat dibedakan menjadi program tahunan, program semester, program mingguan dan program harian. Program tahunan merupakan rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap mata pelajaran yang berlangsung selama satu tahun ajaran pada setiap mata pelajaran dan kelas tertentu yang disusun menjadi bahan ajar. Untuk mencapai target dan tujuan yang ditetapkan, maka secara teknis dan operasional dijabarkan dalam program mingguan dan juga harian.  Lebih rinci lagi secara operasional perencanaan pembelajaran tersebut disusun oleh pendidik yang disebut dengan silabus dan RPP.

2. Bahan pembelajaran
Bahan pembelajaran pada hakikatnya materi ajar yang diberikan pendidik kepada peserta didik pada saat berlangsung  PBM. Djamarah, menjelaskan bahwa bahan pembelajaran merupakan  substansi yang akan disampaikan dalam PBM. Tanpa bahan pelajaran proses interaksi edukatif tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti mempelajari dan mempersiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik. 

Tresna mengatakan, bahan pelajaran dapat diorganisasikan dan diurutkan dengan berbagai cara yang dinginkan. Misalnya apakah:

a.    Dimulai dari fakta yang telah dikenal menuju kepada fakta baru.
b.    Mulai dari proses permulaan sampai kepada kesimpulan.
c.    Mengikuti urutan kronologis waktu.
d.    Mulai dari yang sederhana, hafalan atau pemahaman, menuju kepada yang kompleks, atau kepada manipulasi yang lanjut.
e.    Mulai dari yang konkret, satuan pelajaran yang spesifik menuju kepada arah pemahaman abstrak, pemecahan masalah dan penalaran yang rumit.
f.    Mulai dari fakta, perincian, pengamatan menuju kepada konsep, prinsip, dan perumusan lanjut seperti dalam metode belajar induktif.
g.    Mulai dari prinsip dan perumusan menuju fakta, pengamatan, dan penerapan seperti dalam metode belajar deduktif? 

Semua dapat diformulasikan dalam penjelasan dan bahasan yang jelas, kemudian diproyeksikan untuk mencapai tujuan instruksional pembelajaran dengan bahan atau materi pembelajaran tersebut. 

3. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan pilihan pola kegiatan belajar mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif.  Setiap pendidik, untuk melaksanakan tugas mengajar dengan efektif memerlukan pengalaman yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. 

Strategi mengajar yang dipilih pendidik haruslah disesuaikan dengan kemampuan, tujuan, dan dapat menyenangkan peserta didik, sehingga peserta didik lebih aktif.  Oleh karena demikian, pendidik PAI dituntut memiliki kemampuan terhadap komponen-komponen pembelajaran (perencanaan, tujuan, metode, strategi, media, dan evaluasi).  Dengan kata lain, untuk kelancaran proses pembelajaran dalam kelas pendidik harus memiliki taktik mengajar yang dapat digunakan terhadap praktik mengajar dalam kelas.

4. Media pembelajaran 
Media disebut juga dengan alat, yaitu sarana yang dapat mendukung terhadap PBM.  Media pembelajaran disebutkan sebagai alat yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan dan dapat merangsang pemikiran, perasaan dan kemajuan audies (peserta didik) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar.  Media tersebut akan berfungsi dengan efektif bila dikelola oleh pendidik yang profesional dalam memanfaatkan media untuk meningkatkan minat belajar dan mempermudah peserta didik melakukan aktivitas belajar serta memahami materi pelajaran.

5. Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan. Hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. 

Secara umum fungsi evaluasi atau penilaian hasil belajar yang dilakukan dalam PBM, yaitu: 

a.    Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar menurut TPU dan TPK.
b.    Untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik atau yang tidak dimilikinya.
c.    Untuk mengetahui dan memperbaiki cara-cara belajar.
d.    Untuk menumbuhkan motivasi belajar.

Secara metodologis, evaluasi yang dimasuk bukan hanya evaluasi penilai hasil belajar, namun termasuk juga evaluasi proses yang menekankan pada aspek penilaian pengelolaan pembelajaran.  Evaluasi proses mencakupi; evaluasi keefektifan strategi pembelajaran, media pembelajaran, cara mengajar, minat, dan sikap peserta didik serta cara belajar.

C. Urgensi Metodologi Pembelajaran PAI
Metodologi pembelajaran PAI memiliki nilai manfaat atau kegunaan bagi pendidik. Kemampuan pendidik dalam menguasai metodologi pembelajaran sangat membantunya terhadap pengelolaan pembelajaran PAI pada Madrasah atau sekolah. Omar Muhammad al-Toumy al-Saibani dalam Armai menjelaskan, kegunaan metodologi pembelajaran PAI adalah sebagai berikut:

1.    Untuk menolong peserta didik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan berpikir yang logis dan sistematis.
2.    Membiasakan peserta didik berpikir sehat, rajin, sabar dan teliti dalam menuntut ilmu.
3.    Memudahkan pencapaian proses belajar mengajar (PBM) sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya.
4.    Untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar (PBM) yang kondusif, komunikatif dan terciptanya hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik, sehingga pada akhirnya bermuara kepada pencapaian tujuan pembelajaran.  

Urgensi lain dari metodologi pembelajaran PAI adalah sebagai berikut:

a.    Memberikan wawasan kepada calon guru/guru tentang cakupan garapan metodologi pembelajaran PAI.
b.    Dapat memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran (PBM) dengan optimal.
c.    Mempermudah bagi guru dalam memformulasikan pelajaran PAI kepada peserta didik.
d.    Menciptakan iklim pembelajaran PAI yang menarik.
e.    Motivasi belajar peserta didik terhadap pembelajaran PAI.